Erwinkallonews.com – ANDA punya masalah hukum di bidang properti? Kirimkan pertanyaan Anda di email erlankallo@gmail.com atau Hubungi HP 0817188355. Sertakan alamat, dan indentitas yang jelas, kami akan segera menjawab pertanyaan Anda.
Erwin Kallo, Pakar & Praktisi Hukum Properti
Pertanyaan:
Pak Erwin, saya membeli di sebuah perumahan, yang pada saat saya beli dalam site plan-nya di satu lokasi disebut akan ada fasum dan fasosnya. Tetapi setelah saya beli, ternyata lokasi yang dijanjikan fasum untuk taman, itu tiba-tiba berubah dan akan dibangun beberapa rumah. Kemudian fasum yang dijanjikan, baru berjalan setengah duhentikan dengan alasan pengembang tidak sanggup. Nah, dalam kondisi seperi ini, apa yang harus kami perbuat?
Sukri, Jakarta
Jawaban:
Pak Sukri, persoalan Anda memang agak sulit. Karena hingga perhari ini perlindungan terhadap konsumen properti Indonesia itu sangat lemah. Kenapa? Karena kewajiban fasum/fasos (fasilitas umum/fasilitas sosial) itu bukan kewajiban developer kepada pemda. Itu masalahnya.
Fasum/fasos bukan kewajiban developer kepada konsumen, karena di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) itu tidak mengikat. Yang dijual itu unit per unit atau rumah per rumah, kecuali di dalam PPJB-nya langsung dilampirkan site plan, dimana di dalamnya terdapat selain spesifikasi rumah yang dibeli, juga ada spesifikasi fasum/fasos. Itu baru mengikat. Dan itu artinya Anda bisa menuntut sebagai wanprestasi kalau itu mengikat dalam perjanjian.
Tetapi setahu saya, lazimnya yang mengikat dalam PPJB itu adalah unit per unit. Sedangkan kewajiban fasum/fasos di pegang kepada pemda. Mengenai hal ini diatur dalam Perda tentang fasum/fasos, di mana dalam pasa 11 disebutkan, bahwa kewajiban fasum/fasos pengembang itu dapat dikompensasikan. Dan maksud dari dikonpensasikan itu bisa berarti dipindahkan lokasinya di kecamatan yang sama atau diganti dengan uang.
Seperti yang terjadi beberapa tahun lalu, sebuah mall di Kelapa Gading digugat mengenai fasum/fasos. Sejak awal saya sudah katakan, bahwa kemungkinan besar konsumen kalah. kalau pengembang sudah menandatangani Berita Acara Kompensasi, maka secara hukum dia tidak salah. Karena Perda memang menyebutkan begitu.
Terus bagaimana, dong? Ya Perdanya yang diubah, karena tidak fair. Masa sih site plan dapat diubah-ubah dalam 1-2 tahun. Orang Belanda saja kalau bikin site plan itu berlakunya 100 tahun tidak diubah-ubah. Kembali lagi, dibutuhkan peranan pemerintah untuk mengontrol site plan itu.
Saya mengusulkan kepada pemda, bahwa seyogyanya fasum/fasos itu tidak bisa dikompensasikan, sehingga ini menjadi “obyekan” oknum-oknum tertentu.