Erwinkallonews.com – Anda punya masalah hukum di bidang properti? Kirimkan pertanyaan Anda di email erlankallo@gmail.com. Sertakan alamat, dan indentitas yang jelas, kami akan segera menjawab pertanyaan Anda.
Nany Erwin, Praktisi Hukum Properti
Pertanyaan:
Dear Ibu Nany. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Perkenalkan nama saya Hany, tinggal di daerah Dago Bandung. Namun aktifitas sehari-hari berada di Jakarta. Demi kelancaran aktifitas tersebut, saya dan suami berencana membeli sebuah unit apartemen.
Dalam proses pembelian tersebut, saya terkendala dengan status perkawinan dengan suami yang seorang warga Negara asing (WNA) kami tidak memiliki perjanjian pisah harta. Apakah ada solusi yang dapat kami lakukan untuk dapat membeli atau memiliki unit apartemen tersebut?
Hany, Bandung
Jawaban:
Perlu kita ketahui bahwa di penghujung 2015, Pemerintah Indonesia menerbitkan pengaturan mengenai pemilikan properti untuk orang asing yaitu Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2015 tentang “Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Brekedudukan di Indonesia”.
Dalam peraturan tersebut terdapat ketentuan yang mengatur mengenai hak WNI yang melakukan perkawinan dengan seorang WNA untuk memiliki ha katas tanah sama seperti WNI yang lainnya, hal tersebut terdapat pada Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi :
- Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya.
- Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan isteri, yang dibuat dengan akta notaris.
Dalam ayat 2 tersebut telah disebutkan bahwa WNI yang melakukan pernikahan dengan WNA dapat memiliki atas hak tanah sama seperti WNI lainnya, asalkan dalam perkawinan campuran tersebut terdapat perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri yang dibuat dengan akta notaris.
Apabila pengalaman yang ibu alami kita sesuaikan dengan peraturan tersebut di atas, maka memang berdasarkan hukum yang berlaku, Ibu tidak dapat memiliki hak atas tanah tersebut sampai ibu memiliki perjanjian pisah harta yang dibuat di hadapan notaris, kecuali apabila Ibu telah bercerai dengan suami WNA.
Di Indonesia WNA dapat memiliki rumah tinggal di atas tanah Hak Pakai atau Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Untuk Memiliki Satuan Rumah Susun (sarusun) WNA dapat memiliki sarusun yang dibangun atas Tanah Hak Pakai. Hak Pakai tersebut memiliki jangka waktu selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 6 dan pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2015 yang berbunyi :
Pasal 6
- Rumah tunggal yang diberikan di atas tanah Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 1, diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun.
- Hak Pakai sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
- Dalam hal jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, Hak Pakai dapat.
Pasal 7
- Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a angka 2 diberikan Hak Pakai untuk jangka waktu yang disepakati tidak lebih lama dari 30 (tiga puluh) tahun.
- Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir Hak Pakai dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah.
- Dalam hal jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah.
Dalam beberapa kasus jual beli apartemen maupun rumah. Pengembang tidak dapat disalahkan apabila menyatakan tidak bersedia untuk menjual unit properti miliknya kepada sepasang suami istri yang berbeda kewarganegaraan. Hal tersebut bukan karena pengembang mau mempersulit konsumen, Tetapi pengembang tetapi pengembang hanya patuh kepada aturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2016.
Saran yang dapat saya berikan kepada Ibu adalah dengan cara pindah kewarga negaraan. Suami Ibu yang merupakan WNA bersedia untuk pindah warga Negara menjadi WNI berdasarkan syarat-syarat yan telah ditentukan oleh aturan perundang-undangan yang berlaku, atau mencari rumah atau rusun yang dibangun di atas Hak Pakai. Demikian jawaban atas pertanyaan Ibu, semoga bermanfaat.