Erwinkallonews – Anda punya masalah hukum di bidang properti? Untuk sementara, kirimkan pertanyaan Anda di email erlankallo@gmail.com. Sertakan alamat, dan indentitas yang jelas, kami akan segera menjawab pertanyaan Anda.
Erwin Kallo, Pakar & Praktisi Hukum Properti
Pertanyaan:
Kepada Bapak Erwin Kallo yang saya hormati, perkenalkan saya seorang Warga Negara Asing (WNA), asal Australia yang telah 10 tahun bekerja di Jakarta. Saat ini, saya menempati rumah dengan cara menyewa. Tetapi karena sudah lama menyewa, kebetulan si pemilik pun baik dan mengangap saya sebagai keluarganya. Pemilik rumah pun bermaksud menjual rumah itu kepada saya.
Perlu Pak Erwin ketahui, sertipikat hak atas tanah rumah tersebut berstatus Hak Guna Bangunan (HGB), dan menurut peraturan di Indonesia, orang asing (WNA) tidak dapat memperoleh HGB, apalagi Hak Milik (HM).
Teman saya menyarankan untuk membelinya dengan memakai nama orang Indonesia (WNI) yang saya percaya. Tapi hal ini menimbulkan kekhawatiran saya. Sebab pengalaman kawan saya yang juga berstatus WNA, setelah melakukan hal tersebut justru tidak mendapat apa-apa.
Karena si WNI tidak mau memberikan rumah yang dibeli atas namanya tersebut kepada teman saya. Padahal keduanya sudah terikat perjanjian, bahwa rumah tersebut, sepenuhnya milik teman saya (WNA).
Untuk itu beberapa hal yang ingin saya tanyakan adalah sebagai berikut:
1. Apakah seorang WNA tidak dapat memiliki rumah bersertipikat HGB?
2. Apakah teman saya (WNA) kemudian tidak dapat memiliki rumah yang dibelinya tersebut?
3. Bagaimana cara aman agar saya dapat membeli rumah yang saat ini saya sewa?
Mark, Kemang, Jakarta Selatan
Jawaban:
Bapak Mark yang baik hari, harus saya katakan, bahwa hingga saat ini peraturan pertanahan di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), WNA tidak dapat diberikan Hak Milik (HM) dan HGB.
Dalam UUPA diatur mengenai larangan atas kepemilikan tanah HM bagi orang asing. Larangan tersebut diatur dalam pasal 21 UUPA. Sesuai dengan asas nasionalisme yaitu “Hanya Warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara Indonesia baik asli maupun keturunan”.
Larangan tersebut bertujuan untuk menjaga agar tanah tetap menjadi hak milik negara atau warga negara, karena apabila tanah tersebut dikuasai oleh pihak asing maka kesejahteraan rakyat akan berkurang dan dapat menyebabkan dikuasainya sebagian wilayah negara oleh orang asing.
Dengan demikian warga negara asing atau badan usaha asing tidak mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia. namun warga negara asing dapat memiliki tanah di Indonesia hanya dengan Hak Pakai (HP) dan Hak Sewa (HS) untuk bangunan. Kesemua hak yang diberikan kepada warga negara asing oleh pemerintah dinyatakan sudah cukup untuk memberikan peran kepada warga negara asing untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan di Indonesia.
Terhadap larangan tersebut terdapat pengecualian kepemilikan atas tanah yang dapat digunakan oleh orang asing yaitu HGB yang diatur pada Pasal 36 UUPA, Hak Guna Usaha (HGU) yang terdapat dalam Pasal 30 UUPA, serta HP yang tercantum pada Pasal 42. Untuk HGU dan HGB berlaku bagi badan hukum yang berdiri menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Hanya HP yang dapat digunakan untuk membuat tempat tinggal bagi orang asing.
Tapi dalam kasus tertentu, WNA dapat memperoleh HM dan HGB khusus dalam Hak Warisan. Jika WNA tersebut mendapat warisan rumah sertipikat HM dan kemudian menjadi haknya, WNA tadi diwajibkan untuk mengalihkan kepada WNI atau mengubah status tanah tersebut menjadi HP dalam waktu 1 tahun.
Mengenai kasus Anda, hal tersebut dapat dinamakan penyelundupan hukum. Karena menurut hukum pertanahan, yang berhak atas tanah tersebut adalah orang yang tertera di dalam sertipikat, dan bisa dijadikan perkara perdata (utang-piutang), walau ada perjanjian tersendiri. Soal pembelian tersebut, tetap tidak cukup kuat, karena sekali lagi adanya unsur penyelundupan hukum.
Jika Anda bermaksud membeli rumah yang sedang disewa, saya menyarankan tidak meminjam nama orang lain, karena cukup besar risikonya. Apalagi jika orang yang Anda pinjam namanya tadi meninggal, belum tentu ahli warisnya mengakui perjanjian pinjam nama tersebut.
Jalan terbaiknya, Anda tetap bertransaksi dengan pemilik rumah, dengan membuat akta Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (PPJB) lunas. Dengan demikian urusan jaul beli/pembayaran sudah selesai, sehingga penjual atau ahli warisnya tidak dapat menuntut hak atas tanah tersebut.
Hal itu memang hanya berlaku untuk bukti jual beli. Mengenai proses balik namanya, dapat dilaksanakan kemudian, dengan klausa bahwa Anda dalam proses menjadi WNI atau sertipikat tersebut dalam proses perubahan status menjadi Hak Pakai.
Jadi meski sudah melunasi transaksi, Anda belum dapat memegang sertipikat. Meskipun demikian, tetap tidak ada pihak yang dapat menuntut Anda tentang kepemilikan rumah tersebut.
Sebagai informasi tambahan, bahwa terdapat wacana pemikiran untuk mengubah jenis hak seperti yang tertera dalam UUPA Hak Pakai, Hak Guna Bangunan, Hak Milik, HGU dan HPL menjadi 2 jenis hak saja, yaitu Hak Milik (Unlimited) dan Hak Pakai (Limited).
Jika hal ini terealisir, berarti semua HGB akan dikonversi menjadi HP. Dengan demikian, tentunya akan memperlancar rencana Anda untuk memiliki tanah tersebut. Sekian penjelasan kami, semoga bermanfaat.