Pergub 132/2018 telah direvisi oleh Gubernur DKI Jakarta dengan Pergub 133/2019. Pergub baru tersebut langsung mendapat sambutan pro dan kontra dikalangan Pemilik, Penghuni, PPPSRS maupun Developer. Tidak sedikit yang menyatakan kalau Pergub ini hanya sebagai pencitraan Gubernur DKI Jakarta kepada para Pemilik dan Penghuni Rumah Susun.
Salah satu Pasal baru yang kontroversial dan mengundang perdebatan dibanyak kalangan adalah Pasal 102C mengenai Larangan Pembatasan dan/atau Pemutusan Fasilitas Dasar.
Sebagaimana kita ketahui bersama, didalam Rumah Susun terdapat 2 kepemilikan yaitu kepemilikan pribadi dan kepemilikan bersama. Biaya atas kepemilikan bersama tersebut akan ditanggung secara bersama-sama oleh para Pemilik dan/atau Penghuni Rusun tersebut. Biaya ini biasa disebut dengan Iuran Pengelolaan (IPL) dengan komponen utamanya adalah Service Charge dan Sinking Fund. Memang ditiap-tiap Rusun memiliki komponen tagihan IPL yang berbeda-beda, ada yang telah memasukkan biaya penggunaan Listrik dan Air kedalam biaya Service Charge dan ada yang telah menagihkan terpisah.
Pasal 102C ini merupakan pengembangan dari Surat Edaran Gubernur Nomor 16/SE/2018 yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2018 yang pada intinya meminta untuk menghapus ketentuan sanksi pemutusan utilitas listrik dan air apabila terdapat keterlambatan/penunggakan pembayaran IPL serta meminta agar dipisahkan komponen pembayaran tagihan IPL dengan pemakaian Listrik dan Air atas Sarusun.
Surat Edaran tersebut juga banyak menimbulkan pertanyaan dan pertentangan karena siapa nantinya yang akan membayarkan tagihan tersebut apabila tidak dapat dikenakan sanksi? Lalu siapa yang akan menanggung biaya-biaya atas tunggakan tersebut? Bahkan terdapat Pengurus PPPSRS yang melayangkan surat dan berniat untuk menagihkan tunggakan atas Sarusun tersebut kepada Pemprov DKI seandainya hal tersebut dijalankan.
Bayangkan saja apabila sanksi pemutusan utilitas tersebut dihapuskan, maka akan berapa banyak pemilik/penghuni nakal yang sengaja tidak membayarkan kewajibannya namun tetap bisa menikmati fasilitas didalam Rusun? Apabila ada 20% saja pemilik/penghuni nakal yang tidak memenuhi kewajibannya, maka pengelolaan Rusun akan kacau dan tagihan-tagihan vendor pasti akan terbengkalai yang justru membuat kemanan dan kenyamanan terganggu, belum lagi terhadap pembayaran SDM yang bekerja di Rusun.
(lanjutan pada Part 2)