Erwinkallonews.com, JAKARTA – Dalam proses pembentukan regulasi rumah susun, hal yang paling seksi ada di muaranya, yaitu pada Pengelolaan dan PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun).
Secara faktual, jika diamati dari internet dan dalam studi literatur sebagian besar kedua masalah itu mendominasi konflik dan sengketa rumah susun di Indonesia. Hampir semua protes dan demonstari dipicu oleh masalah Pengelolaan dan PPPSRS, yang kalau tidak cepat diselesaikan akan sangat membahayakan bagi kelangsungan pembangunan rumah susun ke depan.
Pengaduan-pengaduan masyarakat baik yang masuk di pemerintah daerah dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), saya petakan hampir semua permasalahannya sama adalah, Pengelolaan dan PPPSRS.
“Hal ini dapat dimaklumi, karena di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang mengatur masalah Pengelolaan hanya ada 5 pasal. Begitu pula masalah PPPSRS yang ada di BAB Kelembagaan, itu hanya ada 4 pasal yang mengaturnya, yang diharapkan dapat mengaturan semua problematika rumah susun di Indonesia,” kata Muhammad Ilham Hermawan salah satu anggota tim perumus beberapa Peraturan Menteri (Permen) PUPR yang berkait dengan rumah susun, dalam sebuah acara diskusi, di Jakarta awal September 2016 silam.
Menurut Ilham, ini hal yang unik dari satu peraturan perundang-undangan yang banyak memberikan cek untuk pembentukannya dalam PP-nya (Peraturan Pemerintah). Perumusan norma dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun tidak diselesaikan secara tuntas. Padahal ini bisa dirumuskan secara tuntas, jika undang-undangnya dibagi dua. Satu dalam hal Pembangunan Rumah Susun dan satu undang-undang dalam hal Pengelolaan Rumah Susun.
Staf pengejar Fakultas Hukum Universitas Pancasila ini mengatakan, ada satu kajian yang menyatakan bahwa Undang-Undang Rumah Susun tidak diamanatkan oleh UUD 1945, tetapi diamanatkan oleh undang-undang. Jadi dia dibentuk karena adanya undang-undang. Sehingga adanya perbedaan penafsiran pemaknaan, ada versi A, ada versi B. Konsekwensi logisnya belum ada peraturan pelaksananya (PP), padahal undang-undang ini diterbitkan sejak 2011 (sudah lima tahun).
“Karena itu, langkah strategis yang diambil oleh Kementerian PUPR adalah membuat Permen sebagai alternatif solusi yang cepat. Karena permen ini bisa sebagai delegasi dari PP, bisa juga berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian PURP. Sebagai langkah strategisnya cepat dikeluarkan Permen tentang Pengelolaan dan PPPSRS,” ungkapnya.
Untuk ke depannya, selain PP Rumah Susun, lanjut Ilham, Kementerian PUPR juga sedang mengerjakan Rancangan Menteri PUPR Tentang Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Pembangunan Rumah Susun Milik, dan Rancangan Permen PUPR Tentang Pengelolaan Rumah Susun Milik, Revisi Permenpera No. 15/PERMEN/M/2007, Revisi Kepmenpera Tentang PPJB, Revisi Kepmenpera Tentang AD/ART, dan Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyediaan PSU Rumah Susun Milik.
Erlan Kallo