Erwiankallonews – Transaksi atau pembelian properti (tanah dan bangunan), terutama di primary market (properti dari developer) di Indonesia, dipastikan sekitar 70 – 90 persen adalah melalui kredit pemilikan rumah (KPR) yang di biaya oleh perbankan. Karena belum lunas (masa kredit), maka akan dibuatkan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli). PPJB dibuat untuk melakukan pengikatan sementara sebelum pembuatan AJB (Akta Jual Beli) resmi di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Secara umum, isi PPJB adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan. Umumnya PPJB dibuat di bawah tangan karena suatu sebab tertentu seperti pembayaran harga belum lunas. Di dalam PPJB memuat perjanjian-perjanjian, seperti besarnya harga, kapan waktu pelunasan dan dibuatnya AJB.
Kenyataannya, draft PPJB telah dipersiapkan oleh developer pastilah isinya menguntungkan pihak developer. Namun, hal itu sebenarnya masih berupa tawaran perjanjian. Tinggal bagaimana pihak pembeli mempergunakan hak tawarnya untuk mengusulkan tambahan atau perubahan-perubahan klausula yang dapat melindungi kepentingan mereka.
Pelajari
Pada bebepara tahun silam banyak kasus perumahan fiktif yang terjadi, hal itu semakin menyadarkan kita akan lemahnya posisi konsumen perumahan di Indonesia. Namun, lemah dan banyaknya hal yang merugikan konsumen, sebenarnya bukan saja pada kasus perumahan fiktif yang jelas sebagai perkara pidana, tapi pada perumahan non fiktif pun konsumen berada pada posisi yang tidak menguntungkan.
Misalnya dalam hal diadakannya PPJB, Padahal konsumen mempunyai hak tawar, tetapi jarang sekali dipergunakan. Dalam praktik, prosedur pemesanan properti, baik rumah tinggal maupun rumah susun, adalah:
- Pembeli menandatangani surat pesanan dengan membayar tanda jadi berupa booking fee kepada developer atau agennya.
- Dalam tempo 14 hari setelah penandatanganan surat pesanan, pembeli wajib membayar uang muka 5 persen dari harga jual.
- Dalam 7 sampai 14 hari setelah pembayaran uang muka itu, pembeli dan penjual (developer) menandatangani PPJB. Biasanya draft PPJB diberikan kepada pembeli untuk dipelajari setelah booking fee dan uang muka 5 persen dilunasi. Dengan catatan, bila tidak terjadi kesepakatan tentang materi PPJB, maka seluruh uang yang dibayar oleh pembeli tidak dapat ditarik kembali.
Berhak mengetahui
Seringkali calon pembeli pada saat memesan hanya menanyakan apa yang ada dalam brosur, seperti lokasi, spesifikasi, atau hanya menanyakan harga jual dan diskon. Jarang sekali yang menanyakan hak dan kewajibannya dalam perjanjian. Mungkin karena memang belum diperlihatkan oleh developer kepada calon pembeli. Padahal, sebetulnya adalah hak calon pembeli untuk mengetahui segala ketentuan yang berlaku bagi dirinya dan bagi pihak penjual.
Dalam tahap ini, konsumen telah dapat mempergunakan hak tawarnya untuk mengetahui isi perjanjian, termasuk segala perizinan yang telah diperoleh yang berkaitan dengan proyek itu sebelum membayar atau menandatangani surat pesanan.
Hak tawar berikutnya yang dapat dipergunakan oleh konsumen atau pembeli adalah pada materi perjanjian pengikatan sebelum menandatangani. Hal ini jarang pula dilakukan. Sebagian disebabkan karena adanya anggapan bahwa PPJB yang dibuat oleh developer secara standar adalah perjanjian standar yang tidak bisa diutak-atik dan pembeli hanya menandatangani saja.
Anggapan ini tidak benar. Sebab di dalam konstruksi yuridis tidak dikenal adanya perjanjian standar secara materil karena asas perikatan kita adalah terbuka dan bebas. Maksudnya, para pihak bebas menentukan isi atau materi yang diperjanjikan bersama-sama, asal saja tidak bertentangan dengan undang-undang.
Dengan adanya syarat kesepakatan berbagai pihak, berarti pembeli mempunyai hak tawar mengenai materi perjanjian (PPJB) dan tidak bisa mengikuti saja semua ketentuan standar yang disodorkan developer.
Hal-hal yang perlu diperhatikan konsumen dalam mengusulkan atau menawar klausula perubahan materi perjanjian (PPJB) antara lain:
- Jaminan developer bahwa tanahnya tidak dalam sengketa dan telah menjadi hak sah dari developer serta tidak sedang dalam pembebanan hipotek atau sedang dijaminkan.
- Harga jual dan spesifikasinya.
- Penyerahan fisik rumah oleh developer harus ada kepastian. Bila terjadi keterlambatan penyerahan, selayaknya developer dikenakan denda atas keterlambatan sebagaimana halnya bila pembeli terlambat melaksanakan pembayarannya.
- Pembatalan sepihak. Developer dapat membatalkan secara sepihak perjanjian tersebut bila pembeli lalai melaksanakan kewajibannnya. Demikian pula sebaliknya, hak pembeli untuk dapat membatalkan secara sepihak perjanjian itu bila developer dianggap telah lalai melaksanakan kewajibannya atau cidera janji. Dalam klausula itu, perlu diatur secara jelas dalam kondisi apa saja developer dapat dianggap telah cidera janji. Karena bila hal itu terjadi, maka developer wajib mengembalikan seluruh uang yang telah diterima berikut denda-dendanya kepada pembeli.
Namun, efektif atau tidaknya hak tawar konsumen perumahan sangat dipengaruhi juga oleh dua faktor lain. Pertama, pengetahuan dan kesadaran konsumen untuk mempergunakan hak tawarnya. Kedua, dukungan aturan-aturan hukum yang berpihak pada perlindungan konsumen, terutama yang menyangkut kewenangan pemerintah untuk mengatur ketertiban para developer, termasuk penerapan sanksi hukum yang efektif.
Penulis: Erwin Kallo, Pakar Hukum Properti dan Pendiri erwinkallonews.com