Erwinkallonews.com – Sebagai Konsultan Hukum saya termasuk orang yang tidak sependapat dengan slogan Pembeli adalah Raja atau Client is the King, tetapi yang benar dan baik adalah Client is the Client, artinya Client tidak dapat menentukan kemauannya sebebas-bebasnya, lalu kita mencarikan alasan pembenarnya saja, sebab Client juga mempunyai kewajiban untuk tunduk pada aturan-aturan hukum, yang berarti kemauannya tidak bebas, berbeda dengan Raja yang kata-katanya saja sudah merupakan aturan/hukum yang harus dilaksanakan.
Suatu ketika dalam suatu meeting dengan Client tentang kepemilikan area parkir di suatu Rumah Susun (strata title), saya sempat kewalahan menjelaskan untuk meyakinkan si Client bahwa apa yang telah terjadi atau yang telah dilakukan orang saat ini tidak menjadi jaminan bahwa hal itu adalah benar, karena problem hukum itu tidak serta merta ada pada saat itu, bisa saja muncul setahun atau bahkan beberapa tahun kemudian setelah ada pihak lain yang menggugat apalagi jika hal tersebut melanggar hukum.
Cuplikan diskusi yang kadang mirip dengan debat kusir itu secara singkat sebagai berikut:
Client: Pak Erwin apakah area parkir dalam apartemen dapat kita miliki ? Yang nantinya kita sewa-sewain dan harga jual unit apartemen bisa lebih murah.
Saya: Tidak bisa Pak, karena area parkir merupakan prasarana lingkungan yang wajib disediakan oleh penyelenggara pembangunan (pengembang).
Client: Iya Pak, betul kita wajib menyediakan sesuai dengan Peraturan pemerintah No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, tapi itu kan penyediaan sarana bukan berarti kita tidak bisa memilikinya, artinya tetap kita sediakan parkir tapi kepemilikannya bukan merupakan bagian bersama (common area). Jawabnya sambil memperlihatkan foto copy PP tersebut, tepatnya pasal 25 ayat 1 yang berbunyi:
“Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir”.
Saya: Dalam hukum, jika hal tersebut tidak diatur secara khusus/tegas bukan berarti dapat kita tafsirkan sendiri atau memplesetkannya, sebab ada yang namanya logika hukum (common sense). Namanya juga prasarana lingkungan berarti harus dinikmati/digunakan bersama, bagaimana jika dimiliki secara perseorangan (pengembang) konsekwensinya dapat melarang orang lain untuk menggunakannya, lagi pula terdapat rujukan teknisnya yaitu didalam Peraturan menteri PU N0.60/PRT/1992 tentang persyaratan teknis pembangunan Rumah Susun,antara lain pada pasal 51, yang mengharuskan ada tempat parkir,dan pasal 54 butir c mengatur masalah rasionya, yang berbunyi:
”Luas perkerasan tempat parkir harus sesuai dengan kebutuhan dan sekurang-kurangnya dengan perbandingan setiap jumlah 5 (lima) kepala keluarga disediakan tempat parkir untuk 1 (satu) mobil yang dibangun sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “ penjelasan saya dengan sabar.
Client: Kita kan bisa membuat peryataan bahwa itu akan selamanya sebagai tempat parkir tapi milik pengembang, agar kita mudah mengatur dan mengontrol.
Saya: Pak… di dalam Undang Undang Rumah Susun, dikenal 2(dua) jenis kepemilikan yaitu kepemilikan bersama yang meliputi; Kepemilikan Bersama (Tanah Bersama, Bagian Bersama -yang melekat pada struktur bangunan- dan Benda Bersama -yang tidak melekat pada struktur bangunan-) dan Kepemilikan Perseorangan, yaitu unit rumah susun tersebut yang akan diterbitkan SHM Sarusun (sertipikat hak milik satuan rumah susun). Nah jika area parkir tersebut mau dimiliki yang berarti menjadi milik perseorangan, bagaimana dengan sertipikatnya? Apa jadi SHM Parkir.
Client: Tanpa sertipikat tak apa yang penting parkir itu bukan common area, agar kita gampang ngaturnya.
Saya: Kalau gitu , urgensinya bukan kepemilikan tapi pengelolaan, hal ini dapat diatur dalam house rule (tata tertib pengelolaan), Bapak tak perlu khawatir, karena memang hal itu menjadi kewenangan pengembang selaku Perhimpunan Penghuni sementara, untuk mengaturnya.
Client: Tapi Pak, seorang Konsultan Strata Title yang sering membuat Pertelaan juga mantan orang BPN mengatakan bisa dan buktinya sebuah Mal di Surabaya ada yang dijual tanpa parkir, ada lagi pengembang X di Jakarta Barat menjual unit apartemen tidak termasuk parkir hanya dikatakan dalam iklannya parkir tersedia cukup sehingga harganya lebih murah (Jawabnya membeberkan bukti-bukti).
Saya: Pak..bisa sekarang itu bukan berarti benar secara hukum. Itu salah, nanti jika ada pembeli/penghuni yang menggugat baru ketahuan salahnya, karena penyakit hukum itu tidak langsung diketahui jika belum ada yang keberatan, ibarat suatu penyakit hukum itu penyakit dalam ketahuannya lama, sekarang pilihannya apa Bapak mau dikemudian hari dipermasalahan/digugat, apalagi ada ancaman pidananya.
Client: Kalau gitu saya ngak mau dong, ada risiko seperti itu apalagi pakai pidana segala. Akhirnya disepakatilah bahwa tempat parkir adalah common area, saya cukup puas, tetapi masih penasaran, apakah saya hanya di-test pemahaman tentang parkir sebelum mereka menggunakan jasa konsultan atau mereka Cuma mau meyakinkan diri sendiri tenang hal itu, karena big boss Client yang cukup berumur sejak awal meeting cuma manggut-manggut saja, tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak saya sambil berkata “ terima kasih, you tidak merubah pendirianmu, sampai jumpa.
Kami salaman dan berpisah di pintu lift. Ah saya tak ambil pusing yang penting secara profesional telah saya lakukan tugas konsultan yang mengarahkan dan memberikan proteksi hukum sejak awal agar si Client tidak menyimpan Time Bomb, yang dapat digugat orang di kemudian hari.
Penulis: Erwin Kallo, Pakar Hukum Properti dan Pendiri erwinkallonews.com